YUSTISI.ID,Lampung selasa,24.05.2022
Konflik Agraria di Provinsi Lampung,masih banyak meninggalkan rekam jejak yang tak kunjung usai ibarat api dalam sekam seperti halnya; konflik register 45 Mesuji sejak dari tahun 2012 sampai 2020,konflik Horisontal tersebut dapat dikatakan 2 kelompok kepentingan yang selalu memperjuangkan nasib mereka, pertama kepentingan Kelompok Masyarakat Adat seperti Megow Pak; kemudian kelompok yang kedua Kelompok Masyarakat Umum atau Pendatang yang sudah menetap yang mereka juga menggantungkan nasibnya dari berkebun atau bercocok tanam dalam wilayah itu.
konflik saling kliem acap kali terjadi dalam waktu yang cukup panjang sejak 2012,2013,2014,2015- 2020 itu sering kali terjadi,timbul tenggelam silih berganti seperti di Wilayah Desa Karya Tani,Desa Moro-Moro,Desa Sri Tanjung ,Desa Marga Jaya *
Terkait masalah saling klaim,baik hak ulayat masyarakat adat di Register 45 di Kab. Mesuji maupun Masyarakat Pendatang yang sudah menetap sampai saat ini penyelesaian serta solusi dari Pemerintah belum tuntas walaupun beberapa waktu lalu ;Menteri Kehutanan saat dijabat oleh Zulkifli Hasan pernah menjelaskan bahwa sejak tahun 2011 dirinya telah menyetujui lahan di Register 45 seluas 7000 Ha diserahkan sebagai tanah ulayat. Selanjutnya berdasarkan peraturan UU Otonomi daerah dan PP 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, maka kawasan hutan produksi diserahkan kewenangan kepada pemerintah daerah*
Kepercayaan serta harapan yang begitu besar muncul sejak dilantiknya H. Sulpakar menjadi Pj Bupati Mesuji,dihari pertamanya sudah mendapatkan surat terbuka yang isinya besar harapan para tokoh masyarakat Buwai Mencurung Mesuji Lampung untuk dapat memberikan trobosan serta solusi dalam menyelesaikan konflik permasalahan agraria di daerah mereka.
Kutipan Surat Terbuka : Kami dari Tim Advokasi Tanah Adat Buwai Mencurung mengucapkan selamat atas terpilihnya Bapak Drs. Sulpakar. MM sebagai PJ Bupati Kabupaten Mesuji yang dipilih Gubernur Lampung kemarin (22/05). Kami berharap jabatan yang diemban dapat mewujudkan Visi – Misi Bupati sebelumnya dengan menciptakan rakyat yang aman, sejahtera dan berkeadilan.
Konflik agraria yang berujung konflik sosial masalah utama yang tak kunjung padam di Mesuji. Konflik berdarah – darah antara rakyat melawan perusahaan perkebunan sejak zaman Orde Baru sampai sekarang. Dibalik itu, sejak berdiri Kabupaten Tulang Bawang sampai terjadi pemekaran Kabupaten Mesuji, tak satupun Pemimpin yang mampu menyelesaikan masalah yang terus mengancam penghidupan rakyat. Konflik seolah dipelihara dan hanya menjadi komoditas politik semata dari tahun ke tahun.
Kelompok rakyat yang selalu menjadi korban, mulai dari masyarakat adat, masyarakat lokal, transmigrasi dari Jawa Bali, transmigrasi lokal serta Kampung Moro – Moro dan lainnya. Penghidupan rakyat dihancurkan tanpa penyelesaian akar konflik dan pemulihan bencana sosial yang memadai. Konflik menjadi api dalam sekam yang bisa terbakar setiap saat.
Dampak konflik menghancurkan penghidupan dari segi ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Korban nyawa melayang tak terhitung, luka – luka dan bahkan cacat fisik. Ribuan tempat tinggal dan lahan penghidupan petani harus tergusur paksa atau eviction. Fasilitas perusahaan perkebunan sawit mulai dari kantor, alat kerja hingga kendaraan mobil dan motor karyawan terbakar dan dihancurkan massa. Rakyat biasa dan petani maupun karyawan perusahaan diadu domba dengan konflik sosial kurang lebih 35 tahun. Apakah konflik ini akan dibiarkan sampai 100 tahun kedepan ?.
Ironisnya, industri ekstraktif perkebunan sawit menciptakan kekisruhan dengan krisis minyak goreng sejak november 2021 sampai sekarang. Jutaan rakyat harus mengantri demi dapatkan minyak goreng. Hal itu dipengaruhi karena adanya monopoli sawit dari hulu ke hilir. Perusahaan menguasai usaha pembibitan dan perkebunan, menguasai pabrik pabrik pengolahan CPO dan mengusai pemasaran minyak goreng baik di tingkat demestik maupun ekspor.
Untuk itu butuh Revolusi Kebijakan menyelesaikan persoalan bangsa ini. Salah satu langkah dengan memisahkan perusahaan pembibitan dan perkebunan dengan perusahaan pabrik pengolahan CPO sawit. Begitupun perusahaan pemasaran produk minyak goreng dipisah baik ditingkat domestik maupun ekspor. Dengan menyelesaikan persoalan ini, maka konflik sosial dan krisis minyak goreng dapat diminalisir kedepan.
Berkaitan dengan permasalahan diatas, Kami dari Tim Advokasi Tanah Adat Buwai Mencurung Mesuji mengusulkan kepada PJ Bupati Mesuji yang baru dilantik sebagai berikut : pertama, membentuk tim terpadu berkerjasama dengan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Lampung, Kementerian ATR/BPN, Kementrian KLHK dan Tim Percepatan Reforma Agraria KSP Presiden untuk ciptakan resolusi konflik agraria di Kabupaten Mesuji.
Perusahaan pemegang tanah -tanah HGU yang menciptakan konflik dengan rakyat harus diakhiri dengan memberi ruang kepada rakyat mengelola perkebunan tersebut. Perusahaan baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) cukup menciptakan pabrik pengolahan sawit dengan membeli hasil perkebunan rakyat.
Kedua, mewujudkan Kewenangan Desa yang luas untuk menjaga identitas budaya rakyat. Hak asal usul, adat istiadat dan warisan budaya harus ditegakkan sebagai bentuk keragaman identitas sebagai perekat bangsa. Hal itu berdasarkan Peraturan Menteri Kemendes Nomor 02 tahun 2015 tentang kewenangan asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa.
Ketiga, Kajian kebencanaan baik itu bencana sosial maupun bencana alam yang mendalam dan sistematis dengan melibatkan multipihak dari tingkat nasional hingga tokoh masyarakat di Desa. Hal itu berdasarkan Sendai, The Sendai Framework For Disaster Risk Reduction, Undang – Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana tahun 2020 – 2044
Keempat, segera memulihkan bencana sosial bagi rakyat yang terdampak di sekitar perkebunan ekstraktif baik dari segi ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.
Tim Advokasi Tanah Adat Buwai Mencurung, Mesuji Lampung
Cheril, Yogi TW,, Acan, Faisal dan kawan-kawan (24.05.22)
esn/timred