YUSTISI.ID Lampung (17.06.2025) – Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) kini sedang melakukan pendalaman terhadap dugaan pelanggaran integritas akademik di Universitas Lampung (Unila). Pemeriksaan ini berkaitan dengan sejumlah karya ilmiah yang digunakan dalam pengusulan jabatan akademik guru besar.
Proses klarifikasi dimulai sejak Selasa, 27 Mei 2025, berdasarkan surat resmi dari Senat Unila Nomor: 69/UN26.01/SENAT/2025 dan surat permintaan pemeriksaan dari Kementerian Nomor: 0262/B/DT.04.01/2025. Pemeriksaan ini dilakukan oleh tim independen yang terdiri dari unsur Senat dan perwakilan kementerian.
Dalam surat tersebut juga dicantumkan karya ilmiah yang dinilai bermasalah. Salah satu dugaan utama adalah tercantumnya nama seorang penulis berinisial RP, yang disebut tidak memiliki peran nyata dalam penelitian, namun tetap dicantumkan sebagai salah satu penulis utama.
Jurnal Internasional Diduga ‘Dijoki’
Menurut informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, kasus ini mengarah pada dugaan praktik “joki jurnal” yang melibatkan nama-nama akademisi berinisial L, H, dan S. Mereka diduga menggunakan bantuan pihak lain untuk menyusun artikel ilmiah demi memenuhi syarat jabatan lektor hingga guru besar. Nama RP, yang diketahui memiliki latar belakang berbeda dengan ketiganya, tercantum secara konsisten dalam berbagai publikasi mereka di Google Scholar.
Tanggapan Rektor & Humas Kampus
Rektor Unila, Prof. Lusmeilia Afriani, saat dimintai konfirmasi pada hari yang sama, menepis anggapan adanya investigasi besar. “Itu hanya klarifikasi biasa,” ujarnya singkat tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Sementara itu, dalam pernyataan tertulis nomor 1443/UN26.07/HM/2025, pihak kampus melalui Plh. Kepala Biro Humas, Suratno, menegaskan bahwa setiap karya ilmiah yang digunakan untuk keperluan kenaikan jabatan akademik telah melewati verifikasi oleh Komite Integritas Unila. Ia menambahkan, klarifikasi yang dilakukan lebih bersifat administratif dan bukan tindakan represif.
“Kami hanya memastikan sejauh mana kontribusi para dosen dalam artikel yang mereka ajukan,” kata Suratno.
Pembentukan Tim Pemeriksa & Mekanisme Klarifikasi
Juru Bicara Unila, Dr. Nanang Trenggono, menjelaskan bahwa proses ini adalah tindak lanjut dari laporan sejumlah dosen yang merasa dirugikan atau mengetahui kejanggalan dalam proses pengusulan guru besar.
Tim pemeriksa diketuai langsung oleh Prof. Herpratiwi, Ketua Senat Unila. Mereka bertugas melakukan verifikasi terhadap substansi karya ilmiah dan memastikan bahwa seluruh nama penulis memang memiliki kontribusi akademik yang sahih.
“Jika satu artikel ditulis oleh lima orang, maka kelima penulis itu diminta menjelaskan kontribusi masing-masing,” terang Nanang.
Saat ini, kata Nanang, pihak universitas masih menunggu hasil akhir klarifikasi dari tim, yang nantinya akan diserahkan ke Kemdiktisaintek sebagai pihak yang berwenang mengambil keputusan.
Nanang juga menegaskan bahwa Rektor Unila tidak termasuk dalam daftar yang diperiksa, dan dirinya belum menerima informasi resmi mengenai jumlah karya maupun identitas dosen yang sedang diklarifikasi.
Catatan Penting untuk Dunia Akademik
Kasus ini membuka kembali diskursus mengenai etika akademik dalam dunia pendidikan tinggi, khususnya di lingkungan perguruan tinggi negeri. Pengusulan jabatan akademik melalui karya ilmiah yang tidak otentik bukan hanya mencoreng nama institusi, tetapi juga berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.

 
 
   
							












