YUSTISI.ID Lampung (10.06.2025) – Seiring perkembangan zaman, teknologi terus mengalami kemajuan signifikan. Namun, di balik pesatnya inovasi tersebut, muncul pula risiko baru yang kerap disalahgunakan untuk tindakan kriminal.
Pada tahun lalu, berbagai bentuk penipuan bermunculan, seperti penggunaan deepfake, kloning suara, hingga phishing berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Para ahli memperkirakan bahwa kejadian-kejadian tersebut hanyalah awal dari ancaman siber yang lebih canggih di masa depan.
Tahun ini, AI diperkirakan menjadi senjata utama bagi para pelaku penipuan digital dalam menyasar dana dari perusahaan teknologi finansial (fintech) hingga rekening perbankan individu. Teknologi yang awalnya diciptakan untuk menunjang produktivitas kini juga dimanfaatkan sebagai alat kejahatan yang sulit dikenali.
Mengutip laporan dari Forbes, AI kini menjadi amunisi baru bagi jaringan penipuan global. Berbagai pihak, mulai dari individu hingga perusahaan, diingatkan untuk waspada terhadap skema penipuan berbasis AI berikut:
1. Deepfake dan AI dalam Serangan Email Bisnis (BEC)
Business Email Compromise (BEC) mengalami transformasi signifikan seiring pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan. Pelaku kejahatan siber mulai menggunakan video dan audio palsu yang tampak nyata untuk mengelabui korban.
Contohnya terjadi di Hong Kong, di mana penjahat menyamar sebagai pimpinan perusahaan melalui panggilan Zoom palsu. Penipuan tersebut sukses mengelabui pegawai hingga melakukan pengiriman dana mendekati Rp 480 miliar.
Di Amerika Serikat, 53% profesional akuntansi mengaku pernah menjadi sasaran serangan sejenis, sementara 40% email BEC saat ini dilaporkan dibuat sepenuhnya oleh kecerdasan buatan.
2. Chatbot AI dalam Penipuan Asmara
Penipuan asmara kini bertransformasi, tak lagi bergantung pada pelaku manusia semata. Dengan dukungan chatbot AI otonom, pelaku dapat meniru gaya komunikasi manusia secara realistis, sehingga membingungkan calon korban.
Kasus seperti ini sudah mulai marak di media sosial. Bahkan, seorang pelaku kejahatan dari Nigeria sempat membeberkan praktik ini melalui sebuah video pengakuan.
3. Penipuan “Pig Butchering” dengan Bantuan AI secara Massal
Penipuan berkedok investasi atau relasi asmara yang dikenal sebagai “pig butchering” kini dijalankan secara masif menggunakan bantuan AI.
Dengan alat seperti Instagram Automatic Fans, pesan-pesan massal dikirim kepada calon korban, seperti “Temanku merekomendasikan kamu. Apa kabar?”. Pemanfaatan deepfake dan suara hasil kloning memperbesar kemungkinan korban percaya pada penipuan yang dijalankan.
4. Pemerasan Deepfake Menargetkan Eksekutif dan Pejabat
Kejahatan pemerasan melalui deepfake semakin sering terjadi. Di Singapura, sejumlah penjahat mengirimkan video palsu yang mencatut wajah pejabat pemerintah, lalu mengancam dengan tuntutan pembayaran dalam bentuk kripto hingga puluhan ribu dolar.
Teknik ini memanfaatkan konten publik dari LinkedIn atau YouTube, yang kemudian diolah menjadi video deepfake menyeramkan. Dengan kian mudahnya akses ke perangkat lunak pembuat deepfake, jenis penipuan ini diprediksi akan semakin meluas, menargetkan eksekutif dan tokoh penting di berbagai negara.
Dengan makin canggihnya metode penipuan digital, penting bagi semua pihak—baik individu maupun perusahaan—untuk meningkatkan kewaspadaan serta memperkuat sistem keamanan digital mereka. (Aang/red)